mitos kdrt yang sering dipercaya banyak orang
Advertisements

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah serius yang masih sering diabaikan oleh banyak orang. Ironisnya, meskipun sudah banyak kampanye dan edukasi tentang KDRT, masih ada banyak mitos yang beredar dan dipercaya oleh masyarakat. Mitos-mitos ini tidak hanya menyesatkan, tetapi juga dapat memperparah situasi bagi korban. Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai mitos KDRT yang sering dipercaya banyak orang, serta memaparkan fakta sebenarnya di balik mitos-mitos tersebut. Mari kita bahas bersama agar kita bisa lebih memahami dan membantu mengatasi masalah KDRT di sekitar kita.

1. KDRT Hanya Terjadi di Keluarga yang Tidak Berpendidikan

Banyak orang percaya bahwa KDRT hanya terjadi di keluarga yang kurang berpendidikan atau memiliki status ekonomi rendah. Padahal, faktanya, KDRT bisa terjadi di berbagai lapisan masyarakat tanpa memandang tingkat pendidikan atau status ekonomi. Penelitian menunjukkan bahwa KDRT bisa terjadi pada siapa saja, baik itu di keluarga berpendidikan tinggi maupun rendah. Yang membedakan adalah cara penanganan dan kesadaran akan hak-hak korban.

2. KDRT Hanya Berarti Kekerasan Fisik

Seringkali, KDRT diidentikkan dengan kekerasan fisik saja, seperti pukulan atau tendangan. Namun, faktanya, KDRT mencakup berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan emosional, psikologis, seksual, dan ekonomi. Kekerasan emosional atau psikologis bisa berupa penghinaan, manipulasi, atau ancaman, yang sama-sama merusak kesehatan mental dan emosional korban. Kekerasan ekonomi bisa melibatkan kontrol penuh terhadap keuangan pasangan, membuat korban tidak mandiri secara finansial.

3. Korban KDRT Bisa Meninggalkan Pelaku Kapan Saja

Banyak yang beranggapan bahwa korban KDRT bisa meninggalkan pelaku kapan saja jika mereka mau. Kenyataannya, meninggalkan pelaku KDRT bukanlah hal yang mudah. Korban sering kali terjebak dalam siklus kekerasan dan ketergantungan, baik secara emosional, finansial, maupun sosial. Rasa takut akan keselamatan diri dan anak-anak, tekanan dari keluarga atau masyarakat, serta kurangnya dukungan dan sumber daya, membuat korban sulit untuk meninggalkan pelaku.

4. Pelaku KDRT Adalah Orang yang Mudah Marah dan Tidak Bisa Mengontrol Emosi

Ada anggapan bahwa pelaku KDRT adalah orang yang tidak bisa mengontrol emosi dan mudah marah. Faktanya, KDRT lebih sering tentang kontrol dan kekuasaan daripada ketidakmampuan mengontrol emosi. Pelaku biasanya sadar akan tindakan mereka dan menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mengontrol dan mendominasi korban. Mereka bisa sangat manipulatif dan tahu kapan harus bersikap baik untuk mempertahankan kontrol.

5. KDRT Adalah Masalah Pribadi, Bukan Urusan Publik

Banyak yang menganggap KDRT sebagai masalah pribadi yang tidak boleh dicampuri orang lain. Padahal, KDRT adalah masalah serius yang mempengaruhi masyarakat secara luas. Korban KDRT membutuhkan dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat untuk bisa keluar dari situasi yang berbahaya. Melaporkan dan menindak pelaku KDRT juga penting untuk mencegah kekerasan lebih lanjut dan melindungi korban lainnya.

Baca juga: 9 Tempat Glamping Terbaik di Jogja, Liburan Mewah di Alam

Advertisements

6. Korban KDRT Provokatif dan Memicu Kekerasan

Sering kali, korban KDRT disalahkan karena dianggap memprovokasi atau memicu kekerasan. Kenyataannya, tidak ada pembenaran untuk kekerasan dalam bentuk apa pun. Kekerasan adalah pilihan yang dibuat oleh pelaku, bukan respons terhadap tindakan korban. Menyalahkan korban hanya akan memperburuk situasi dan menghalangi upaya untuk mencari bantuan dan pemulihan.

7. KDRT Tidak Berbahaya Jika Tidak Ada Luka Fisik

Beberapa orang percaya bahwa KDRT tidak berbahaya jika tidak ada luka fisik yang terlihat. Faktanya, kekerasan emosional dan psikologis bisa sama berbahayanya dengan kekerasan fisik. Dampak psikologis seperti depresi, kecemasan, dan trauma bisa berlangsung lama dan mempengaruhi kualitas hidup korban secara signifikan. Oleh karena itu, penting untuk mengenali semua bentuk kekerasan dan memberikan dukungan yang tepat kepada korban.

8. KDRT Hanya Terjadi pada Wanita

Meskipun wanita lebih sering menjadi korban KDRT, faktanya KDRT juga bisa terjadi pada pria. Pria sebagai korban KDRT sering kali enggan melaporkan kekerasan yang mereka alami karena stigma sosial dan rasa malu. Semua korban KDRT, baik pria maupun wanita, berhak mendapatkan perlindungan dan dukungan yang sama.

9. Pelaku KDRT Tidak Bisa Berubah

Ada anggapan bahwa pelaku KDRT tidak bisa berubah dan akan terus melakukan kekerasan. Sebenarnya, dengan dukungan yang tepat dan intervensi yang efektif, pelaku KDRT bisa berubah. Program rehabilitasi dan konseling dapat membantu pelaku memahami akar masalah dan mengembangkan keterampilan untuk mengelola emosi dan perilaku mereka dengan lebih sehat.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah kompleks yang dipenuhi dengan berbagai mitos yang menyesatkan. Memahami fakta di balik mitos-mitos kdrt yang sering dipercaya banyak orang ini sangat penting untuk memberikan dukungan yang tepat kepada korban dan mencegah kekerasan lebih lanjut. Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal menjadi korban KDRT, jangan ragu untuk mencari bantuan dan dukungan dari pihak yang berwenang atau organisasi yang peduli dengan masalah ini.

Bersama-sama, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua orang. Mari kita terus edukasi diri dan orang-orang di sekitar kita tentang bahaya dan realitas KDRT agar mitos-mitos ini tidak lagi menghalangi penanganan dan pemulihan korban.

Baca juga: Tempat Wisata Dubai Dekat Bandara untuk Dikunjungi Saat Transit

Advertisements